Jumat, 13 Oktober 2017

KURANGI RESIKO PIKUN DARI SEKARANG DENGAN MEMPERBANYAK AKTIVITAS SOSIAL

KURANGI RESIKO PIKUN DARI SEKARANG DENGAN MEMPERBANYAK
AKTIVITAS SOSIAL

by Fahrizal 
- DeMagz -



Dalam fase hidup manusia, ada fase dimana manusia menjadi tua/lanjut usia (lansia). Fase tersebut adalah fase yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Proses penuaan akan dialami oleh setiap manusia. Setiap lansia memiliki impian untuk tetap sehat dan produktif di hari tua. Berbagai upaya dilakukan agar tetap sehat dan tehindar dari berbagai macam penyakit.
Lanjut usia (Lansia) adalah orang yang telah mencapai usia 60 Tahun ke atas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (UU RI Nomor 13, (1998). Jumlah lanjut usia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03 persen dari seluruh penduduk Indonesia Tahun 2014 (BPS,2014) dalam Husmiati (2016). Sedangkan menurut UNDESA Population Division (2013), pada Tahun 2014, sebanyak 868 juta penduduk berusia 60+ atau mencapai 12% seluruh penduduk dunia, dan pada Tahun 2050 yang akan datang, ada dua milyar penduduk berusia 60+ atau 21% penduduk dunia. Masih menurut UNDESA (2012), pada Tahun 1990, baru 107,000 orang berusia 100+ di seluruh dunia, namun pada Tahun 2050 diprediksi akan mencapai 3,4 juta orang berusia 100+ di dunia. Sementara itu 54% penduduk berusia 60 Tahun dan lebih adalah wanita, dan 46% laki-laki. Perbandingan lanjut usia wanita dan laki yang berusia 80 Tahun atau lebih menunjukkan 62% adalah wanita sementara 38% adalah laki-laki (UNDESA, 2013). Setiap dua menit, seseorang di dunia mencapai usia 60 Tahun (UNDESA, 2013).
Lansia rawan dengan berbagai penyakit yang timbul akibat dari proses penuaan. Akan tetapi faktor psikologis juga sangat berpengaruh, depresi adalah salah satu pengaruh timbulnya berbagai penyakit pada lansia. Merasa tidak tahu apa-apa, disia-siakan, disampingkan oleh keluarga dan teman dekatnya. Merasa seperti hidup sendiri dalam keramaian, sebatangkara tanpa adanya pasangan hidup membuat hidup semakin serasa tak berguna. Salah satu penyakit yang menimpa banyak lansia adalah demensia. Berdasarkan hasil diagnostic and statistical manual of mental disorder (DSM-5) dan The classification of mental and behavioural Disorders (ICD-10) jadi demensia dapat berarti sebagai suatu ‘‘Loss of intelenctual abilities of sufficient severity to interfere with social or accupational fuctioning. Deficits should be multifaceted: memory, judgement, abstract, thinking...’’, apabila Cox (2007) dalam Husmiati (2016) mengartikan demensia sebagai bukan peyakit, melainkan sekumpulan simptom (gejala) yang berat dan yang mempengaruhi kemampuan intelenktual yang menyebabkan fungsi berpikir, mengingat dan pemikiran terganggu sehingga individu kesulitan menjalani aktivitas kehidupan secara normal.
Aktivitas sosial telah dibuktikan mampu memperlambat proses penuaan pada fungsi otak. Dalam menjalin hubungan sosial, seseorang harus bisa berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Di samping menyediakan lingkungan yang baik yang mmenuntut daya kognitif, hubungan sosial juga dapat menjadi hal yang bersifat positif bagi keluarga, kelompok, teman, masyarakat. Sisi positif lain adalah dukungan sosial dari istri tercinta, anak, dan sahabat.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Bryan D. James dkk terhadap lansia sebanyak 2.812 selama 12 tahun menunjukkan bahwasannya lansia yang tidak adanya ikatan sosial 2 kali lebih besar mengalami penurunan fungsi otak, jika dibandingkan dengan lansia yang aktif mengikuti kegiatan sosial. Skala tersebut dinilai berdasarkan indikator: kehadiran pasangan hidup, kontak dengan keluarga atau teman, keikutsertaan dalam pelayanan agama, aktivitas dalam kegiatan kelompok, dan aktivitas sosial rutin.
Dalam penelitiannya, Bryan D. James dkk meneliti tentang hubungan antara aktivitas sosial dan penurunan fungsi otak terhadap 1138 responden yang tidak demensia dan berusia rerata 79 tahun, yang diikuti hingga 12 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwasannya proses punurunan fungsi otak dapat diperlambat dengan adanya aktivitas sosial. Frekuensi aktivitas sosial dinilai berdasarkan skala yang bertanya tentang seberapa seringkah responden mengkuti kegiatan ke dalam enam jenis tipe aktivitas yang menyangkut aktivitas sosial: (1) pergi ke restoran, acara olahraga ataupun bermain bingo; (2) wisata harian; (3) acara sosial non-profit; (4) mengunjungi rumah kerabat ataupun teman; (5) berpartisipasi dalam kelompok, seperti pusat lansia; (6) menghadiri tempat ibadah atau pelayanan keagamaan.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Bryan D. James dkk dapat disimpulkan bahwasannya aktivias sosial dapat menjadi kegiatan yang sangat bermanfaat bagi lansia dan membuat mereka memiliki tujuan dalam hari-hari tua mereka. Aktivitas sosial bisa menjadi sarana mereka untuk mengisi kekosongan, berbagi cerita masa muda, memperlambat penurunan fungsi otak serta dapat mencegah kepikukan yang beranjak ke demensia alzheimer. Dimana penyakit demensia alzheimer membuat penuaan pada otak bertambah lebih cepat. Otak mengeriput jauh lebih cepat. Struktur otak akan mengecil, fungsi otak-pun turut menurun sehingga pada awalnya penderita alzheimer menjadi pelupa dan pada akhirnya berpengaruh juga terhadap perilaku sehari-hari, bahkan sampai berhalusinasi yang seolah-olah melihat sesuatu yang ‘‘tidak nyata/ada’’. 
Penyakit ini membuat kita menjadi seolah-olah tidak tahu apa-apa, membuat kita jadi tidak berdaya dan mengganggu aktivitas keseharian kita. Penyakit ini juga membuat si penderita mengalami kebingungan mengingat hal-hal yang hanya diketahuinya sendiri, seperti nomor pin ATM, sandi brangkas, sandi akun pribadi, dll. Ia membuat orang lain kesal. Bagaimana tidak?, ia menanyakan hal yang sama berulang kali, lupa jalan menuju pulang, mengompol di celana saat tersesat menuju ke WC dan Kamar mandi yang padahal digunakan setiap hari selama 45 tahun. Penderita penyakit alzheimer menjadi lupa dengan anak-anak tercinta, istri-nya, tetangga-nya, dan teman-teman seperjuangan. Ia merasa seperti hidup dalam keterasingan, sendirian, takberdaya, dan tak tahu apa-apa. Dan ironinya penyakit ini belum ditemukan obatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Turana Y. (2016). Investasikan Oatk Anda! Agar Otak Tetap Sehat, Cerdas, & Produktif Di Masa Depan. PT Gramedia pustaka utama, Jakarta.
Husmiati. (2016). Dementia In The Elderly And Social Intervention. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI. Jakarta Timur.
Republik Indonesia. (1998). Undang-Undang RI Nomor 13 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
Population Ageing and Development. (2012). Population Division. UNDESA.
Population Ageing and Development. (2013). Population Division. UNDESA.


 **

Untuk kerjasama  dengan DeMagz
For reservation,  review and any other collaboration, please do not hesitate to contact at 085701591957 (sms/wa) 
DM twitter @DeMagz_
Line: diannafi57 
Email: demagzcie@gmail.com


Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda